Kalau dibuat silsilahnya sampai lahir komunis. Bermula dari Zionisme dan Iluminati. Dia lah sang kakek. Lantas lahir keturunan generasi pertama. Adam Smith, dengan kitabnya Wealth of Nation. Jadilah Adam Smith sebagai Bapak Kapitalisme Dunia. Masih dari generasi pertama, si Adam ini punya adik baru, Karl Marx. Dengan kitabnya yang juga tak kalah terkenal, Das Kapital.
Nah, Adam Smith dan Karl Marx ini sebagai kakak adik sama-sama punya anak keturunannya sendiri-sendiri. Adam Smith melahirkan setidaknya dua anak kandung turunannya sendiri, antara lain David Ricardo, lantas John Stuart Mill dengan kitabnya yang terkenal Utilitarianism yang jadi kitab suci penganut ekonomi liberal, dan John Maynard Keynes. Kedua John ini meskipun terkesan beda aliran pemikiran namun sebenarnya tetap mengimani Kapitalisme sebagai keyakinan ideologisnya.
Lantas Karl Marx, punya anak kandung yang cukup banyak, yang kalau dipilah, mengindung pada dua anak tertuanya. Yaitu Sydney dan Beatrice Web, nah mereka ini yang kemudian berkembang jadi orang orang liberal berkedok sosialisme. Nah di Indonesia aliran ini menjelma jadi Partai Sosialis Indonesia dengan imam besarnya adalah Sutan Sjahrir. Kalau zaman sekarang, PSI sudah bubar kapan tahu.
Tapi para kader generasi pertama kemudian tetap mengkader generasi penerusnya. Maka sekarang lebih kita kenal dengan Kaum NEOLIBERAL. Di kabinet Jokowi terutama di sektor ekonomi banyak disi orang-orang dari haluan ini. Termasuk di Kantor Staf Presiden.
Sedangkan anak kandung Marx lainnya, yang kemudian membentuk Mahzab dan Nasab tersendiri adalah, Vladimir Ulyanov Lenin, dan Mao Zhe Dong. Yang satu berbasis di Rusia. Satunya lagi di Republik Rakyat Cina.
Yang repotnya di Indonesia, sosialisme yang ala Bung Karno yang sebenarnya sudah cukup bagus kerangka pandang dan pemikirannya itu, tenggelam dengan ulah serta sepak terjang PSI yang sebenarnya merujuk pada Sydney dan Beartice Web yang kalau diteliti sebenarnya kaum kapitalis liberal berkedok sosialisme.
Kelompok PSI yang merujuk pada suami isteri Web inilah, yang kemudian sejak 1945-1948, sempat berkolaborasi dengan tampilnya duet Sutan Sjahrir-Amir Syarifudin. Tapi ketika Sjahrir maupun Amir tersingkir dari kabinet pemerintahan pada 1947, karena keduanya gagal menjadikan perjanjian Linggajati maupun Renvile menguntungkan Indonesia terhadap Belanda di medan diplomasi, maka frustrasilah Amir yang meskipun sama-sama sosilais seperti Sjahrir, tapi punya kecenderungan kuat untuk bermain sama adiknya sosialis, yaitu komunis PKI. Seperti Muso, Alimin, Darsono, Tan Ling Djie dan lain-lain.
Komunis ala PKI yang dirintis oleh Alimin, Semaun, Darsono, dan lain sebagainya itu, sayangnya diperantarai kehadirannya di Indonesia oleh dua orang Belanda, Snevliet dan Ir Bars, sehingga Marxisme dan Leninisme yang diajarkan pada para tokoh sentral PKI sejak 1920-an ini, tetap saja sangat diwarnai oleh cara kedua orang Belanda ini merawikan ajaran komunismenya. Jadi tidak langsung melalui jalur jalur ideologis dari Lenin, Stalin, Trotzky, Malenkov dan Dimitrov. Gimanapun juga Bars dan Snevliet ini kan selain Belanda, juga cita rasanya juga komunis ala Eropa.
Sehingga di negerinya sendiri, alam bawah sadar para kader komunis ini juga ga beda sama dunia sosialisme si kakak. Nggak nyambung antara pikiran dan gerakannya. Bilangnya harus revolusi, tapi tetap saja gaya hidup borju dan hedon. Kalau Lenin dan Mao demi untuk merebut kekuasaan rela revolusi masuk hutan ke luar hutan, pindah dari satu desa ke desa lain, para kader komunis eropa para guru dari Alimin, Semaun, Muso, dan yang kemudian diwariskan ke Aidit, Lukman, Nyoto, Nyono dan Sudisman, mengalami kepribadian ganda sebagai kader-kader PKI. Satu pihak mengimani perlunya revolusi, tapi cita rasa komunis eropa membikin orang-orang PKI ini di bawah sadarnya pengen hidup enak. Lebih suka koar-koar di parlemen daripada masuk hutan ke luar hutan atau pindah dari satu desa ke desa lain. Seperti Lenin, Mao, Castro, dan Ho Chi Minh.
Inilah kontradiksi PKI yang akhirnya membawa bencana baik pada pemberontakan Madiun 1948 maupun September 1965. Dan di kedua periode kesejarahan itu, selalu geralkan PKI bersentuhan dengan frustrasi dan kekecewaan kalangan PSI yang mendahului gerakan 1948 maupun 1965.
Prelude Madiun 1948 diawali rasa frustrasinya Amir yang sebenarnya kakaknya komunis, tapi akhirnya antara kakak dan adik saling nyeret, sehingga meletuslah Pemberontakan Madiun 1948. Kalau mau jujur, si kakak komunis yang lain, Sjahrir, sebenarnya sama frustrasinya dengan Amir. Tapi Sjahrir gak mau ikut ikut konyol kayak Amir, dengan berkolaborasi sama si adik meletuskan Madiun 1948.
Ending dari kisah ini, baik si adik maupun si kakak sama-sama tamat permainan politiknya. Bedanya kalau si adik hancur lebur, si kakak karena umumnya orang pintar-pintar, didikan sekolah Belanda, pintar bahasa Inggris, bisa mendapat jabatan penting di pemerintahan. Meskipun gagal di politik. Sedangkan si adik, benar benar harus dari nol lagi.
Tapi September 1965, kalau mau jujur, si kakak memang tidak terlibat G30S 1965, tapi ketika si adik gagal total dalam gerakan September itu, justru si kakak yang dapat untung. Banyak kader-kadernya yang duduk di pemerintahan Soeharto. Sementara si adik dibiarkan sebagai satu-satunya pihak yang bertanggungjawab. Padahal si kakak ini juga yang ikut-ikut manasin keadaan. Sehingga si adik yang dasarnya kurang ilmu, beringasan dan emosional, dah gitu politiknya juga baperan, tentu saja mudah disulut amarahnya. Sehingga melancarkan gerakan September 1965, yang kalau menurut pakem para imam Marxisme di Moslkow dan Beijing, sebenarnya belum cukup matang, dan harus bersabar beberapa tahun lagi.
Cuma ya itu tadi. Karena Amerika/Inggris maupun Cina sudah diburu waktu buat menggulingkan Bung Karno dan fron nasional, kedua adikuasa itupun mendorong habis PKI untuk lancarkan gerakan. Meskipun keduanya tahu persis gerakan konyol PKI itu pasti gagalnya. Tapi justru kegagalan gerakan PKI itulah yang mereka manfaatkan. Untuk cipta kondisi ke arah tata politik baru di Indonesia pasca Soekarno.
Celakanya, kakak beradik ini, sosialisme gadungan ala PSI dan PKI yang berkepribadian ganda, kalau kita cermati cerita pemberontakan Madiun 1948 maupun September 1965, selalu didahului adanya persentuhan dan perselingkuhan antara si kakak yang sebenarnya sosialis gadungan ini, dengan si adik yang komunis, tapi juga produk impor juga baik dalam pemikiran maupun pola gerakannya. Dengan makna lain, kedua kakak beradik ini sama-sama agen yang dikendalikan luar untuk melemahkan NKRI.
Maka runyamlah gerakan rakyat di Indonesia sampai hari ini, gara-gara kawin siri antar si kakak dan si adik ini.
"Maka, Jangan sekali sekali melupakan sejarah."
Penulis : DR. Hendrajit (Direktur Eksekutif Global Future Institute)
#SAYAINDONESIA
#BerbagiKebaikan
#Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar